Negara Demokrasi tidak hanya dibangun oleh sistem yang didalamnya terdapat lembaga Eksekutif (Presiden) dan lembaga Legislatif, namun Negara demokrasi yang sejati adalah sebuah sistem kenegaraan yang dibangun diatas dasar kebebasan berpendapat, berkumpul dan menyalurkan aspirasi. Pemerintah memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk mendirikan partai, LSM di bidang social, pendidikan, kebudayaan, atau lembaga-lembaga lain yang sifatnya personal dan komunal. Pemerintahan yang “tercerahkan” adalah pemerintahan yang bisa menjawab semua aspirasi rakyatnya.
Hari ini, Sabtu (19/3) adalah saat-saat yang menentukan bagi rakyat mesir untuk menentukan pilihannya, mereka pergi ke TPS terdekat untuk menyalurkan aspirasinya terkait dengan hasil Amandemen UUD. “suara rakyat” menjadi berharga dan bermakna paca revolusi 25 Januari 2011. Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata Mesir melakukan “Hajatan besar” dan bisa jadi menjadi pesta demokrasi pertama yang adil, jujur, dan rahasia setelah 30 tahun rakyat Mesir dipimpin oleh seorang presiden yang otoriter. Selama 30 tahun suara rakyat “dibungkam” oleh lembaga “state Security”, dan saat ini adalah saat menentukan untuk mensukseskan Referendum Amandemen UUD.
Pro kontra seputar Amandemen UUD semakin panas menjelang diadakannya referendum. Amandemen ini akan membuka pemilu bagi semua calon oposisi dan membatasi presiden memegang hanya dua kali masa jabatan empat tahun. Ini akan memungkinkan pemilu parlemen dan presiden diadakan sebelum akhir tahun ini. Hari Rabu (16/3) delapan kelompok gerakan politik dan masyarakat beraliran kiri-sekuler melakukan pertemuan dan konferensi press menuntut “Dewan Militer” untuk menggagalkan Referendum. Mereka mengkampanyekan “Tidak” terhadap Amandemen UU. Kelompok nasionalis-kiri-sekuler seperti Partai “jabhah”, Partai “Tajammu’, Partai “al-Ghad”, Lembaga Reformasi Nasional milik peraih nobel Muhamad el-Baradei, Partai Komunis Mesir, gerakan pendukung el-baradei for President, dan kelompok gerakan perempuan Mesir, memutuskan untuk menolak Amandemen UUD dan meminta kepada Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata Mesir untuk menggagalkan Referendum yang akan dilaksanakan sabtu (19/3).
Mereka menyerukan kepada rakyat untuk menolak referendum Amandemen UUD dan menyatakan bahwa Amandemen UUD yang ada saat ini akan memberikan peluang untuk melanjutkan system yang telah dibangun oleh Mubarak. Beberapa tokoh yang menolak Amandemen ini seperti calon para kandidat calon presiden Mesir kedepan (Amru Musa-Sekjend Liga arab-, Amru Khalid-Tokoh dan da’I muda mesir), Muhamad el- Baradei). Mereka menolak hasil Amandemen UUD dikhawatirkan “Firaun gaya baru” akan kembali subur di Mesir. Seperti penuturan Muhamad el-baradei dalam tweeter-nya bahwa apabila kita setuju dengan Amandemen UU maka sama saja kita meneruskan sisa-sisa pemerintahan Mubarak dan hal ini akan mencederai Revolusi.
Berbeda dengan gerakan terbesar di mesir Ikhwanul Muslimin (IM), IM mengadakan Muktamar terbuka untuk pertama kalinya di Alexandria pasca revolusi, IM mengadakan Muktamar di tempat terbuka yang dihadiri oleh ribuan warga Mesir di Alexandria (Rabu, 16/3). Mereka mengangkat tema: “Ikhwanul Muslimin :“Ya” untuk Amandemen UU”. Acara ini diisi dan dihadiri oleh mantan Wakil Pengadilan Kasasi mesir Kanselir Mahmud al-Hudhari. Acara ini merupakan bentuk kampanye dukungan terhadap hasil Amandemen UU Mesir, apabila rakyat menghendaki Amandemen UU maka pihak Dewan Tinggi Militer dan pemerintahan transisi akan melanjutkan agendanya untuk melaksanakan hasil Amandemen serta mengagendakan pemilihan parlemen secepatnya merujuk kepada hasil Amandemen UU tersebut. Namun apabila amandemen ini ditolak, maka mesir akan mengalami ketidakjelasan perundang-undangan dengan tetap melaksanakan UU “boneka” tahun 1971 bentukan Mubarak sampai waktu yang tidak ditentukan.
Dalam konferensi press (Selasa, 15/3) Dr. Muhamad ‘Athiyah (Ketua Komite Kehakiman Mesir) sekaligus sebagai ketua Tim Pengawas Referendum Amandemen UUD menyatakan bahwa panitia sudah menyiapkan 14 ribu anggota panitia kecil dan 350 Panitia umum yang tersebar di seluruh wilayah mesir untuk mensukseskan Referendum hari ini (Sabtu, 19/3/2011). Athiyah juga menuturkan bahwa “Kami akan menerjunkan 36 ribu pasukan dari Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata mesir bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk mengamankan proses referendum nanti.”
Yang jelas referendum UUD ini merupakan bentuk dialog politik masyarakat secara langsung dan terstruktur untuk mewujudkan penegakan demokrasi di Mesir yang sehat, Jujur dan adil yang akan membawa masyarakat kepada keadilan yang haikiki.
* Muhamad Syadid (Penulis adalah Mahasiswa S1 Universitas a-Azhar Cairo, Peminat dunia Politik Mesir dan Timur Tengah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar