“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” [QS.34:71].
Di dalam Islam, sebuah amanah harus bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah—Subhânahu wata`âlâ. Bahkan makhluk Allah seperti langit, bumi, dan gunung-gunung pun enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir untuk mengkhianatinya. Manusia, diberikan oleh Allah kemampuan untuk bisa memikul amanah itu tidak lain untuk menguji seberapa jauh tingkatan keimanan kita. Begitu pula para pengemban amanah di PPMI (ataupun para aktivis di masisir). Kepercayaan yang telah diberikan oleh publik harus bisa dimanage sedemikian rupa dengan berbagai macam "produk" program kerja untuk mengejawantahkan amanah yang telah diberikan itu. Tim work yang solid dan kebersamaan adalah kunci untuk bisa bersama-sama mewujudkan amanah itu sehingga kerja-kerja amal kita dinilai "itqan" di mata Allah dan manusia.
PPMI periode kali ini tidak hanya menggunakan model classical approach (pendekatan yang memegang teguh prinsip dan berorientasi pada hasil) atau istilah gampangnya—yang penting kerja dan hasilnya baik—untuk mewujudkan agenda-agenda besar yang sedang di garap, namun kami menghendaki model humanism approach dalam cooperate culture-nya, yaitu dengan menempatkan kebersamaan dan memanusiakan manusia seutuhnya sebagai kekuatan terbesarnya.
Rekan-rekan yang ada di Kabinet "Bersama Benahi Masisir (BBM)" serta tim dalam berbagai kepanitiaan adalah bukan mesin pekerja, mereka ada bukan hanya sekedar mencari pengalaman dan tempat untuk mengaktualisasikan diri, tetapi mereka juga butuh kenyamanan batin. Ikatan ukhuwah adalah yang utama! Sehinga perasaan cinta dan sense of belonging itu tumbuh dan melekat kuat di hati para pecinta PPMI, dengan cinta dan keuntungan itulah masisir akan memberikan kinerja terbaiknya untuk PPMI.
Pemimpin dalam Islam, bukan sekedar memerintah tetapi juga terjun langsung bersama anggotanya. Ini bukan berarti sang pemimpin tidak memiliki kafa’ah pendelegasian tugas, namun karena selayaknya seorang pemimpin memberikan teladan dan melayani. Hal ini sebagaimana Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—tunjukkan keteladanan itu ketika beliau membangun masjid Nabawi di Madinah bersama para sahabatnya. Beliau tidak hanya menyuruh dan mengatur atau tunjuk sana-tunjuk sini, tapi beliau turun langsung mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis sekalipun. Beliau membawa batu bata dari tempatnya ke lokasi pembangunan.
Sesungguhnya Allah—Subhânahu wata`âlâ—tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukanmu maupun harta kekayaanmu, tetapi Allah memandang pada hatimu. Barangsiapa memiliki hati yang shalih, maka Allah menyukainya. Bani Adam yang paling dicintai Allah ialah yang paling bertakwa ..
* Wisma Nusantara,Cairo on Wednesday, December 16, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar